24.8 C
Yogyakarta
Monday, December 23, 2024
spot_img

Puisi Neni Suryati

Cara Paling Romantis untuk Mati

Di dinding-dinding ingatanku yang mulai berdebu,

Namamu masih tertata rapi. 

Dengan gambar hati yang tak sempurna lagi bentuknya. Di sana aku menggantungkan bulan, bintang, dan keinginan-keinginan kita yang belum sempat jadi nyata. 

Setiap hari, 

Seperti tak ada hari minggu. Tak ada waktu untuk merayakan rindu.

Tak ada hari libur di kepalaku. 

Aku mencemaskan segala apa yang ada pada dirimu:

Isi kepala dan hatimu. 

Mengingatmu,

Aku lupa caranya tahu diri.

Mengingatmu, 

Adalah caraku bersembunyi dari sepi. 

Dan mengingatmu, 

Adalah cara paling romantis untuk mati.

Bandung, 19 April 2021

Kepada Perempuan yang Tak Pernah Menangis

Pada malam-malam yang seringkali dijatuhi sepi, kau tak pernah bisa menolak banyak kesedihan yang datang mengendap-endap, memakai topeng yang berbeda pada tiap wajahnya, menempel pada dinding  kamarmu yang lembap dengan luka di mana-mana.

Setiap hari kau berlari, mengejar laju jarum jam yang tak pernah mau berbalik arah. Setiap hari kau tertawa—ditertawakan, almanak yang dengan pongah mengganti setiap angka di tubuhnya dengan angka yang baru.

Hari ini kau menjelma tuan putri. Setangkai mawar tumbuh di hatimu tanpa duri.

Bandung, 30 Mei 2021

Memeluk Kesedihan

Ketika lenganku tak dapat memelukmu. Kau memberikanku dua buah telinga, yang manis, legit. Seperti buah semangka yang melegakkan dahaga pukul dua belas. 

Ketika lenganku tak dapat memelukmu. Kau memberikanku bibirmu, yang merah, lebih manis dari hanya sekadar buah semangka. 

Ketika lenganku tak dapat memelukmu. Kau memberikanku sepasang matamu, kau mengikatnya dengan mataku, erat sekali. “Biar tak jatuh kemana-mana,” katamu. 

Ketika lenganku tak dapat memelukmu. Kau memberikanku hatimu, yang basah karena gerimis dan tak pernah kering. 

Bandung, 19 Juni 2021

Sebuah Resep Melupakan

Siapkan dua buah mata, yang sudah kautiriskan airnya. Diamkan beberapa saat, sampai sempurna keringnya.

Siapkan secukupnya hati, yang baru dan segar.

Kemudian, taburkan sejumput penyedap rasa, di atas hati yang hambar. Ratakan, jangan ada yang tersisa.

Lalu, apa kau masih mengingat sebuah resep rahasia di dalam kepalamu? Resep rahasia itu bernama waktu.

Bandung, 2022

Tulisan ini pernah tayang di buletin Ushuliyyah edisi 28 dalam rubrik Puisi.

Related Articles

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Artikel Terbaru