Novel Santri Bad Boys Good Boys merupakan bagian pertama dari serangkaian empat buah novel yang menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda yang bercita-cita menjadi seorang ulama. Cerita ini berakhir dengan perlawanan kolektif para santri terhadap kekejaman, kekerasan, serta kegagalan di sebuah pesantren yang menjadi proyek pilot pemerintah.
Hilman, tokoh utama dalam cerita ini, kembali terhubung pada masa remajanya ketika ia memutuskan untuk nyantri di pesantren setelah mendengar berita viral mengenai pengalamannya selama dua tahun di New York yang dibahas dalam sidang umum PBB. Sebelumnya, ia berhasil dipilih untuk belajar di Pondok Munawwir setelah melewati seleksi yang sangat ketat dan hanya berbekal ijazah dari sebuah madrasah sederhana. Pesantren ini memiliki tugas penting sebagai tempat pembentukan calon ulama dan pemimpin masa depan.
Dalam cerita ini, Hilman merasa terpisah dari kehidupan remajanya ketika ia harus meninggalkan keluarga dan teman-temannya untuk belajar di Pondok Munawwir. Setelah berada di New York selama dua tahun, ia merasa semakin jauh dari kampung halamannya dan merindukan kehidupan remajanya. Akhirnya, berita viral mengenai pengalamannya di New York membawa Hilman kembali ke masa remajanya dan memutuskan untuk nyantri di pesantren.
menemukan kembali kehidupan remajanya dan menemukan teman- teman baru yang juga memiliki cita- c ita yang sama dengannya. Pesantren ini memiliki tugas penting sebagai kawah candradimuka calon ulama dan pemimpin masa depan. Oleh karena itu, Hilman dan para santri lainnya harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan mereka sebagai calon ulama dan pemimpin masa depan.
Dalam pesantren yang dijadikan kawah candradimuka calon ulama dan pemimpin di masa depan, Hilman dan kelompok santri lainnya menemukan berbagai tantangan dan keganjilan yang tersembunyi di balik fasilitas dan beasiswa yang disediakan. Banyak santri yang memiliki semangat yang tinggi, namun tidak sedikit yang menderita demi mencapai tujuan mereka dan menghindari drop out. Untuk bertahan, Hilman dan santri bersaudara lainnya harus menghadapi berbagai kiat-kiat berbahaya.
Dalam cerita ini, fenomena bad boys yang tidak mengindahkan misi pesantren semakin menekan santri lainnya. Hal ini memaksa mereka untuk memilih antara berkompromi atau melawan demi memutus mata rantai kekerasan dan polarisasi di pesantren.
Melalui visi dan misi madrasah percontohan, pesantren berhasil menyiapkan calon pemimpin dan ulama yang tafaqquh fiddin. Kiprah para alumni sebagai birokrat, peneliti, dosen, guru besar, ulama, penyuluh agama, aktivis, seniman, dan entrepreneur mencerminkan keberhasilan pesantren dalam menciptakan lulusan yang memiliki jiwa progresif dan moderat. Mereka telah berjuang mengatasi berbagai persoalan dan melampaui segala keterbatasan santri di pesantren. Namun, perjuangan mereka sering kali luput dari pengamatan dan kurang mendapat apresiasi yang layak.
Tulisan ini pernah tayang di buletin Ushuliyyah edisi 29 dalam rubrik Resensi.