30 C
Yogyakarta
Saturday, August 2, 2025
spot_img

HILANGNYA NILAI-NILAI LIMA INSAN CITA

Sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam yang mana katanya sebagai organisasi mahasiswa tertua di belahan bumi Indonesia ini, merasa bangga terhadap cita-cita luhur nan agung dari organisasi tersebut, yaitu menjadi lima insan cita yang tercantum dalam konstitusi HMI pada Anggaran Dasar (AD) bab III pasal 4 mengenai tujuan Himpunan Mahasiswa Islam, yang berbunyi, “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanhu wa Ta’ala.

Tercantum lima cita-cita di dalamnya. Pertama, insan akademis artinya menjadi manusia yang memliki kapasitas intelektul yang tinggi. Kedua, insan pencipta artinya mendorong kadernya untuk berinovasi dan diharapkan mengkorelasikan dengan nilai selanjutnya. Ketiga, insan pengabdi yaitu berkontribusi-dengan apa yang sudah tertera dalam nilai sebelumnya-melalui hasil inovasinya. Keempat, bernafaskan Islam, sesuai dengan atributnya yang menggunakan diksi “Islam”, menjadikan Islam sumber bagian kehidupan kadernya karena sebagai nafasnya. Kelima, bertanggungjawab atas terwujudnnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhana wa Ta’ala, yang terakhir merupakan output dari keempat tujuan daripada HMI tersebut.

Dari tujuan ataupun cita-catanya sangatlah mulia melebihi cita-cita republik Indonesia, tapi itu hanyalah sebuah teks belaka disanjung-sanjung dan dijual kepada mahasiswa yang di hipnotis, agar masuk dalam oprek (open recrutment) pengaderan. “masuk HMI saja dek… biar jadi orang pinter, supaya banyak relasi dan keluarga”, “organisasi mahasiswa ini tertua loh…. coba lihat tujuan kami (HMI), sangat mulia bukan?”. Itulah bualan yang kerap kali dilontarkan oleh orang di dalamnya. Sejak dalam oprek sudah terlihat bahwa itu hanya teknik market pengaderan, karena tidak ada bukti konkrit yang empirik selama stand oprek dibuka, yang katanya intektual dengan nilai insan akademisnya, tapi buku-buku di stand hanya sebatas pajangan dan dijemur begitu saja, tanpa dibaca. Juga dalam hal diskusi yang merupakan rutinitas mahasiswa, tidak juga diterapkan secara spontan oleh mereka, isi dari kumpul di stand  sebatas ngerumpi saja, alih-alih membahas Indonesia kedepannya bagaimana, pembahsannya hanyalah sejarah HMI yang diceritakan dan dibanggakan dengan tujuan membual itu.

Insan pencipta merupakan cita-cita setiap mahasiswa sebagai “agent of change”. Menurut saya tidak harus masuk oganisasi HMI untuk menjadi aktor perubahan, menjadi mahasiswa berinovasi sangat banyak peluang. Sebab jika Himpunan Mahaisiswa Islam merupakan wadah untuk berinovasi dengan nilai insan pencipta, lantas mengapa harus sowan senior untuk sekedar berangkat LK 2, dan itupun bukan sekedar sowan tapi menjilat untuk cari orang dalam. Hal tersebut juga melanggar kontitusi HMI angaran dasar (AD) bab III pasal 5 yaitu sebagai sifat independensi organisasi dan kadernya tentunya. Jika dengan berproses saja sudah melanggar konstitusi, maka dengan cara apa inovasi yang ditawarkan untuk menjadi “agent of change” .

Insan pengabdi, interpretasi agar supaya berkontribusi terhadap elemen masyarakat, tertera dalam anggarn dasar (AD) bab IV pasal 8 bahwa HMI berperan sebagai organisasi perjuangan, artinya organisasi tersebut mempunyai tugas untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Indonesia. Seperti yang digaungkan layaknnya kampanye, bahwa HMI harus berpihak dan membela kaum “mustadh’afin” atau kaum yang tertindas. Alih-alih berpihak kepada kaum yang tertindas, para pengurus besar (PB) organisasi bermesraan bersama pejabat yang mengambil putusan yang kontroversi terhadap masyarakat, contohnya seperti dukungan terhadap kebijakan menteri ESDM yang merupakan senior dari organisasi HMI.

Himpunan Mahasiswa Islam yang menyandang status sebagai organisasi kader Islam, tak jauh dari nilai keIslaman. Islam merupakan nafas sekaligus asas yang ditanamkan kepada kadernya. Tidak terlepas dari biangkerok senior yang ada di oraganisasi tersebut, yang mencontohkan untuk memudarkan nilai-nilai keIslaman, contohnya ketika mengadakan sebuah rapat atau nongkrong di perkopian banyak anggota maupun pengurus organisasi yang abai terhadap sholat bahkan sampai kelewat waktu, dan itu berimplikasi terhadap kader-kadernya. Padahal sholat merupakan hal yang paling fundamental bagi umat Islam, artinya jika dengan menjalankan kewajiban beragama Islam sudah acuh tak acuh, maka Himpunan mahasiswa Islam merupakan organisasi yang cacat, kehilangan organ tubuhnya yaitu sistem pernafasannya (Islam)

Berbicara mengenai “agent of change” atau aktor dalam perubahan, tentunya untuk masyarakat Indonesia, diperlukan kontribusi besar untuk merealisasikan sehingga ditawarkannya nilai bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah. Namun tawaran ini masih diragukan, karena melihat fenomena yang terjadi di Indonesia terkait pejabat yang memiliki power besar dan tanggungjawab terhadap masyarakat, tidak sedikit adalah senior atau alumni daripada Himpunan Mahasiswa Islam. Dengan membawa nilai tersebut sebagai alumni sepatutnya terwujud sebuah rasa tanggungjawab kepada masyrakat, artinya bijak dalam mengambil keputusan yang sekiranya tidak merugikan masyarakat. Realitanya alumni yang ada di senayan sana membuat kebijakan kontrovesi, ia lupa kepada nilai yang ditanamkan.

Oleh sebab itu, saya sebagai kader HMI melalui terbitan buletin ini, menawarkan sebuah PR untuk pengurus dan anggota komisariat, agar supaya merawat cita-cita mulia ini. Dengan memulai dari diri sendiri dan lingkungan komisariat umumnya. Mari ciptakan budaya lima insan cita itu, dengan iman kita memulai, dengan ilmu kita melaksanakan sehingga menjadikan sebuah amal, Yakin Usaha Sampai.

Related Articles

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Artikel Terbaru