30 C
Yogyakarta
Saturday, August 2, 2025
spot_img

“Bayang-Bayang di Balik Kursi”

Saya Surya, seorang PNS biasa, jika ada yang menemukan catatan ini jadilah saksi bagi mereka yang terus bertahan merawat nurani di tengah-tengah kezholiman dan keculasan, entahlah apakah nasib saya kedepan setelah memantapkan diri untuk tetap waras dibirokrasi yang sudah lama membusuk ini.

Teruntuk anak dan istri, jagalah tangan kalian dari mengambil apa yang bukan milik kalian. Nak, Jadilah orang yang jujur dan patuh dengan perintah agama. Tangan ayah ini terus dipaksa oleh “yang berkuasa” untuk menuruti perintahnya. Maaf kan ayah nak, didalam keluarga kita terselip keharaman karena ayah menuruti perintah mereka. Tapi, seiring berjalannya hari, ayah sadar bahwa sudah cukup memberi makan keluarga kecil kita dengan hal-hal haram keperut kalian. Ini adalah usaha kecil ayah demi keadilan.

Catatan no.13, 15/6/2018, Langkah pertama yang penuh risau

Di sebuah kota kecil di Indonesia, berdiri megah gedung pemerintahan yang menjadi pusat kebijakan daerah. Namun, di balik dinding marmernya yang berkilau, tersembunyi cerita kelam tentang korupsi dan nepotisme yang sudah mengakar.

Saya Surya, seorang pegawai negeri yang sudah mengabdi lebih dari 20 tahun, duduk termenung di mejanya. Ia baru saja melihat daftar nama pegawai baru yang akan diangkat sebagai kepala dinas. Nama-nama itu tidak asing—mereka adalah anak, keponakan, atau kerabat pejabat tinggi di kota itu. Salah satunya, Bima, anak Pak Bupati yang baru lulus kuliah tanpa pengalaman.

“Pak, bagaimana mungkin orang-orang seperti itu bisa langsung jadi kepala dinas?” tanya Rina, rekan kerja yang selama ini selalu mendukungnya.

Pak Surya menghela napas. “Ini sudah biasa, Rina. Orang-orang seperti kita hanya bisa melihat dari jauh.”

Namun, kali ini, Pak Surya merasa ada yang harus dilakukan. Ia mulai mengumpulkan bukti, dari transaksi mencurigakan hingga percakapan pejabat yang terang-terangan membicarakan bagi-bagi proyek. Dengan hati-hati, ia menyimpan semuanya di sebuah flashdisk.

Malam itu, ia menemui seorang wartawan bernama Arman, yang dikenal vokal dalam mengungkap skandal. “Saya punya bukti korupsi besar di sini,” katanya seraya menyerahkan flashdisk itu.

Arman mengangguk mantap. “Besok pagi berita ini akan mengguncang kota.”

Namun, keesokan harinya, sesuatu yang mengerikan terjadi. Arman ditemukan tewas dalam kecelakaan yang mencurigakan. Mobilnya terbakar di pinggir jalan, dan polisi segera menutup kasus itu sebagai kecelakaan biasa.

Pak Surya gemetar membaca berita itu. Ia tahu ini bukan kecelakaan. Ini peringatan. Ketakutan mulai merayapi dirinya. Apakah ia akan menjadi korban berikutnya?

Di kantor, suasana terasa semakin mencekam. Seorang atasan memanggilnya. “Surya, kamu tidak perlu ikut campur dalam urusan ini. Fokus saja pada pekerjaanmu.”

Itu bukan nasihat, melainkan ancaman halus. Pak Surya sadar, jika ia melawan, bukan hanya pekerjaannya yang hilang—nyawanya pun terancam.

Catatan no.24, 23/8/2021, Korupsi di Balik Proyek Infrastruktur

Suatu hari, Pak Surya menemukan dokumen proyek jalan raya yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah. Dalam laporan yang ia baca, anggaran proyek tercatat Rp500 miliar, namun setelah ia melakukan pengecekan langsung ke lapangan, kualitas jalan itu jauh dari layak.

“Aspalnya tipis, banyak yang sudah retak meski baru beberapa bulan dibangun,” kata seorang warga yang ia temui di lokasi proyek.

Pak Surya membandingkan data dengan beberapa proyek jalan lain di kota besar, termasuk proyek di Jakarta yang sempat diungkap KPK. Ia menemukan pola yang sama, penggelembungan anggaran, pemenang tender yang sudah diatur, dan spesifikasi proyek yang jauh dari standar.

Ia mengingat kasus besar seperti korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun, atau skandal bansos Covid-19 yang menyeret menteri ke dalam jeruji besi. Semua itu menunjukkan betapa kuatnya cengkeraman korupsi dalam pemerintahan. Namun, meski sudah ada contoh nyata, praktik ini tetap berlangsung.

Catatan no.37, 13/5/2022, Nepotisme yang Tak Terbendung

Suatu sore, Pak Surya menerima laporan tentang anak seorang pejabat yang baru saja diangkat sebagai kepala dinas. Ia bukan hanya tidak berpengalaman, tetapi juga terlibat dalam proyek fiktif.

Rina mendekatinya dengan wajah penuh amarah. “Pak, saya sudah mengumpulkan bukti transfer dana ke rekening anak pejabat itu. Mereka menggelapkan anggaran pendidikan!”

Pak Surya membaca dokumen itu. Dalam laporan keuangan, ada pengadaan alat sekolah yang seharusnya bernilai miliaran, tapi setelah dicek, barang-barangnya tidak pernah ada.

Ia teringat bagaimana di beberapa daerah lain, kasus serupa juga terjadi. Seperti skandal pengadaan alat kesehatan di Sumatera, atau pengangkatan anak pejabat daerah menjadi direktur BUMD tanpa kompetensi. Semua ini terjadi di depan mata, tapi sulit disentuh hukum.

Catatan no.41, 17/2/2023, Ketakutan dan Keberanian

Pak Surya tahu, jika ia terus menggali, nyawanya bisa terancam. Ia teringat bagaimana Novel Baswedan, penyidik KPK, disiram air keras karena mengusut kasus besar. Ia juga ingat bagaimana beberapa saksi korupsi ditemukan tewas dalam kondisi misterius.

Namun, di tengah ketakutannya, ia tetap merasa harus bertindak. Ia memutuskan untuk mengirim semua bukti ke media internasional dan lembaga antikorupsi.

Malam itu, sebelum tidur, ia mendapat pesan singkat di ponselnya:

Jangan main api, Surya. Kau bisa terbakar”

Pak Surya menatap layar ponselnya dengan napas tertahan. Ia tahu, lawannya bukan orang sembarangan. Tapi ia juga sadar, jika tidak ada yang melawan, negeri ini akan terus tenggelam dalam kegelapan.

Ia mengambil flashdisk cadangannya, menyembunyikannya di tempat aman, dan menyiapkan surat wasiat. Jika sesuatu terjadi padanya, dunia harus tahu kebenarannya.

Di balik kursi-kursi kekuasaan, bayang-bayang korupsi dan nepotisme masih berkuasa. Namun, dalam gelap, masih ada mereka yang berani menyalakan cahaya.

Surya Pramono ya, PNS yang dinyatakan hilang 4 bulan yang lalu itu” ucap seorang pria dalam hati.

Pria dengan mantel coklat menemukan buku lapuk didalam rumah terbengkalai. Itu adalah petunjuk terakhir dari mereka yang berjuang “didalam sana” untuk kasus yang sedang ia kerjakan ini, sudah 6 bulan lamanya berlangsung dan kepingan puzzle pelan namun pasti, semakin jelas sepotong demi sepotong. Benang merah mulai kelihatan dari satu kasus ke kasus berikutnya. Ketika hendak meninggalkan tempat investigasi, Pria itu mengirimkan doa untuk Surya Pramono beserta keluarganya yang telah terusir dari kediaman mereka akibat makar orang-orang jahat. Pak Surya telah berhasil memenangkan pertempuran dalam diri untuk tetap memilih menjadi manusia.

Related Articles

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Artikel Terbaru