Di balik senyum yang seperti madu
tersimpan pisau kecil, tajam dan kelabu.
Kata-katamu melambung tinggi
seakan menjunjung,
namun senyap menusuk hati.
Manisnya janji serupa gula
melarut dalam telinga yang percaya
tapi di balik manis itu ada pahit,
rasa pahit dusta
Wahai teman lidah bercabang
kenapa pelukmu terasa hampa?
Seperti angin dingin yang menyelinap
menggigit,
menyakitkan tanpa sisa.
Aku dulu menganggapmu cahaya
penuntun di jalan gelap tak bercahaya,
tapi kini aku tahu,
kau lilin palsu yang mencair di tengah badai.
Busuk lidahmu bukan lagi rahasia
tak bisa diselubungi topeng cerita.
Dan aku, dengan hati yang lelah
meninggalkan jejak di jalan jerih payah
Biarlah kau tenggelam dalam permainanmu
dengan kata-kata manis yang melukai.
Aku memilih kejujuran yang sederhana
daripada racun tersembunyi dalam dusta.