26.8 C
Yogyakarta
Monday, June 2, 2025
spot_img

Menemukan Jati Diri di HMI: Kisah Prof. Dr. Robby Habiba Abror, S.Ag., M.Hum.

Pada kesempatan kali ini redaksi Ushuliyyah berhasil mewawancarai Seorang Dosen yang semasa duduk dibangku perkuliahan melatih keterampilannya di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) maka dari itu ditulisan ini, kita akan mengulik rekam jejak kehidupan beliau selama berproses di salah satu organisasi terbesar di Tanah air ini. Beliau adalah Prof. Dr. H. Robby Habiba Abror, M.Hum. Seorang Akademisi, Cendekiawan, dan Guru Besar Ilmu Religi dan Budaya yang sekarang menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta masa jabatan 2024-2028.

Beliau bercerita masa-masa perkuliahannya yang disamping menjadi mahasiswa ternyata beliau adalah seorang takmir masjid, “Saat mahasiswa saya selalu ingin dekat dengan masjid dan alhamdulillah menjadi bagian dari ketakmiran dan remaja masjid. Saya belajar ikhlas melakukan kegiatan masjid. Mulai dari hal-hal yg sederhana seperti membuat dan menyebarkan undangan, menyapa jamaah dalam setiap kegiatan hari besar Islam hingga ikut terlibat menyapa karang taruna di kampung. Hal-hal yg dianggap org lain sepele dan remeh seperti itu justru buat saya harus disyukuri dan dinikmati, sehingga bisa enjoy dengan kehidupan.”

Tidak banyak yang tahu kalau beliau merupakan kader HMI. Namun, berbeda dengan teman-temannya, Pak Robby mengaku bukanlah tipikal mahasiswa yang menonjol “Mungkin saya termasuk yang tidak menonjol, karena niatnya hanya ibadah, terus belajar dengan teman-teman yang lebih pandai dan berusaha mewarnai makna hidup sendiri melalui interaksi dengan sesama.” Ujar Pak Robby. Lebih lanjut Pak Robby menyampaikan “Pengalaman berorganisasi, jika dijalani dengan ikhlas, dapat membantu memahami diri kita sendiri menjadi lebih baik, mengukur kelebihan ataupun keterbatasannya.” Setelah lulus pun beliau pernah beberapa kali diminta untuk mengisi forum LK 1.

Terkait isu krisis identitas anak-anak muda (Gen Z) dalam wawancara ini kami menyinggung fenomena Gen-Z yang belum menemukan jati diri akibat terombang-ambing oleh pendapat orang luar dan standar hidup yang ditetapkan oleh media sosial. Beliau membagikan ceritanya sebagai generasi yang “terlambat” mengakses teknologi “Saat kuliah dulu, saya belum memiliki HP dan internet. Namun saat ini, dengan segala kemudahan akses informasi membuat komunikasi terus berlangsung tanpa jeda, puluhan hingga ratusan grup WhatsApp dan platform media digital lainnya bikin kita ‘sibuk’ dengan hal-hal yang tidak benar-benar dibutuhkan. Akibatnya, fokus kita terhadap makna kehidupan manusia jadi kabur. Unggah-ungguh dan sopan santun mulai luntur, bahkan sebagian orang sudah tidak peduli lagi dengan adab dan akhlak.”

Pada akhirnya, beliau memberikan pesan kepada Gen-Z yang hidup di era digital ini, agar memiliki filter yang baik, terus memperkaya bacaan yang menutrisi kesehatan pikiran dan hati nurani, sehingga bisa menjadi manusia yang otentik. Beliau juga menekankan pentingnya untuk belajar dari masa lalu dan tradisi agar tidak sombong dan selalu rendah hati. Selain itu, beliau mengingatkan untuk selalu waspada terhadap kejahatan siber dan segala bentuk penipuan online seperti pinjol, game online, dan judi online.

Di akhir wawancara, beliau memberikan motivasi dan pesan penutup untuk mahasiswa, yang di antaranya adalah: “Luruskan niat bahwa berorganisasi itu bukan untuk mencari musuh, bahkan sebaiknya tidak memiliki musuh. Organisasi bukan untuk menambah masalah, tetapi untuk selalu berusaha bijak dalam menyelesaikan masalah yang ada. Berteman dengan siapa saja. Jangan lupa belajar dan mengaji, baca dan pahami Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya. Tetap hormat dan takdzim kepada guru atau dosen. Perluas jaringan dengan mahasiswa di luar prodi, fakultas, dan kampus. Pandai-pandailah memilih teman, bukan berarti membeda-bedakan, tetapi seperti memilih makanan yang sehat untuk tubuh, kita juga memiliki hak untuk menyehatkan hati dan pikiran. Jangan pernah berhenti berzikir dan berpikir.”

“Spiritualitas dan intelektualitas harus berjalan beriringan, saling melengkapi. Doakan orang tua, keluarga, guru, dan teman-teman kita. Jangan pernah berputus asa. Berikan yang terbaik dengan niat baik. Teruslah berkhidmah. Jangan pernah membuli atau merendahkan orang lain. Berikan semangat dan energi positif pada teman-teman kita. Allah sudah menyiapkan kejutan terbaik bagi siapa saja yang selalu rendah hati dan terus belajar membersihkan diri, tazkiyatun nafs.”

Related Articles

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Artikel Terbaru