25.4 C
Yogyakarta
Monday, December 23, 2024
spot_img

Persoalan Klasik dan Bangunan Konseptual Seputar Ibadah Puasa

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah bagi umat Islam. Ketika bulan Ramadhan tiba, umat Islam menyambutnya dengan melakukan ibadah-ibadah yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu ibadah wajib yang identik dengan bulan Ramadhan ialah puasa. 

Secara linguistik Arab, puasa memiliki beberapa istilah dengan makna yang berbeda. Pertama, puasa sebagai Shaum. Shaum disebutkan sekali dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surah Maryam ayat ke-26. Dalam kaidah bahasa arab, shaum bermakna umum, artinya menahan diri dari sesuatu tetapi bisa melakukan sesuatu yang lain. Misalnya menahan diri dari makan tetapi boleh untuk minum. Kedua, puasa sebagai Shiyam. Shiyam disebutkan 8 kali dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surah Al-Baqarah ayat 183, 187, dan 196; An-Nisa ayat 92; Al-Maidah ayat 89 dan 95; Al-Mujadilah ayat 4. Kata shiyam memiliki arti puasa dalam pengertian yang lebih khusus. Shiyam dimaknai menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, berhubungan seks, dan lain lain, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Ketiga, puasa sebagai Imsak. Imsak disebutkan sekali dalam Al-Qur-an yaitu pada Surah Al-Baqarah ayat 187. Imsak artinya menahan, pertanda (berhenti sahur) ketika sudah jelas (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam (fajar).

***

Ibadah puasa tidak hanya dilakukan oleh umat Islam saja, tetapi juga dilakukan oleh umat agama lain dengan tata cara dan pemaknaan yang berbeda beda. Misalnya dalam agama Budha puasa disebut dengan Uposatha. Uposatha merupakan hari dimana umat Buddha melakukan perenungan dan pengamatan yang sudah dilakukan sejak masa kehidupan Siddharta Gautama dan masih dipraktikkan hingga hari ini. Sang Buddha mengajarkan bahwa hari Uposatha diperuntukkan “membersihkan pikiran dari hal-hal kotor.

Umat Hindu merayakan Papankosh Ekadashi sebagai proses penyembahan untuk mengorbankan makanan dan perasaan kelaparan yang ditujukan kepada Tuhan sebagai tanda iman dan pengabdian. Sedangkan umat Katolik melakukan puasa Prapaskah. Prapaskah adalah waktu khusus bagi umat Katolik bersatu dalam puasa dan pantang dengan meningkatkan kecerdasan emosional dan melatih diri dalam mengendalikann emosi negatif, mengatasi ketergantungan dan mengurangi kekhawatiran serta kecemasan.

Ibadah puasa selain dipahami sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, juga dipahami sebagai upaya meningkatkan toleransi baik antara umat seagama maupun umat beragama.

Dilansir dari Republika, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim mengatakan bahwa disamping menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, masih ada hal lain yang harus dilakukan. Ia mengatakan bahwa menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, terlepas dari latar belakang agama dan golongannya, baik pada saat bulan Ramadhan maupun setelahnya. Nadiem melanjutkan, ibadah puasa juga merupakan praktik beragama yang dijalankan banyak umat. Oleh karena itu, toleransi adalah nilai karakter yang harus dijalankan sebagai bagian hidup kebangsaan.

Namun tidak semua umat Islam menanggapi kedatangan bulan Ramadhan seperti demikian. Masih banyak persoalan persoalan seputar intoleransi dan seremonial yang muncul ke permukaan ketika bulan Ramadhan tiba. Dibawah ini ada beberapa persoalan yang menjadi bahasan kali ini ketika bulan Ramadhan tiba.

Pro Kontra Penutupan Warung Makan

Pro kontra terhadap penutupan warung makan merupakan persoalan hangat yang masih terjadi sampai tahun 2022 kemarin. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bekasi sempat membuat pernyataan pada Jumat 25 Maert 2022 agar tempat makan ditutup selama bulan ramadhan dengan alasan menjaga stabilitas ibadah puasa, sebagaimana yang dilaporkan oleh LPM Opini.

Sebagian umat Islam ada yang mendukung penutupan warung makan pada bulan Ramadhan. Dengan alasan ketika itu tetap dibuka, maka akan mengganggu stabilitas ibadah puasa yang dijalankannya. Alasan tersebut didasari pada sebuah dalil dalam Al-Qur’an yang artinya: “Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan maksiat”. (Q.S Al-Maidah ayat 2).

Memang ayat diatas melarang kita untuk tolong menolong dalam melakukan keburukan. Namun tidak cocok jika dilekatkan pada persoalan penutupan warung makan.  warung makan pada bulan Ramadhan sebenarnya tidak mengganggu stabilitas ibadah puasa umat Islam sama sekali.

Pembukaan warung makan pada bulan Ramadhan bukan bertujuan mengganggu stabilitas ibadah puasanya umat Islam, melainkan untuk memperlancar roda ekonomi pemilik warung makan tersebut. Apabila mereka dipaksa menutup usahanya, bukan tidak mungkin pendapatannya akan merosot.

Apalagi jika peristiwa tersebut disandingkan dengan kondisi hari ini dimana harga kebutuhan pokok semakin naik. Jika warung makan ditutup dan pendapatan pelaku usaha warung makan merosot, kira kira siapa yang menjadi garantornya?

Antara yang Esensial dan Seremonial 

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, umat Islam berlomba-lomba dalam menjalankan ibadah dibulan Ramadhan. Baik yang sifatnya wajib maupun sunah, baik yang sifatnya kecil maupun besar. Tentu hal tersebut dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kendati demikian, tidak semua umat Islam punya pemahaman seperti itu. Masih ada sebagian umat Islam dalam menjalankan ibadah di bulan ramadhan cenderung tidak memperhatikan sisi esensi dari ibadah tersebut. Bisa dikatakan ibadah yang dilakukan masih terbilang sebatas seremonial atau memenuhi formalitas semata. Persoalan ini menjadi lumrah bahkan telah mengakar di tubuh sebagian umat Islam saat ini. 

Ibadah ibadah yang latah ditemukan sebatas seremonial misalnya, melaksanakan salat tarawih tetapi solat isya dilewatkan, berpuasa tetapi hanya sepuluh hari pertama bahkan yang lebih mirisnya lagi, beribadah hanya dibulan ramadhan sedangkan bulan bulan yang lain cuti. Memang tidak sepenuhnya salah, daripada tidak beribadah sama sekali. Namun sangat disayangkan pemikiran klasik seperti ini terus dirawat dan dikembang biakkan.

Seharusnya, kemajuan dan perkembangan zaman berbanding lurus dengan kemajuan dan perkembangan pemikiran. Namun apalah daya jika yang terjadi malah sebaliknya. Tentu ini menjadi catatan penting bagi kita semua, terutama Lembaga-lembata yang bergerak di wilayah edukasi masyarakat terutama para ulama dan kaum intelektuil yang berorientasi terhadap pengabdian masyarakat.

Bangunan Konseptual Ibadah Puasa

Mengapa pemahaman esensial sangat diperlukan bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah dibulan ramadhan? Seluruh amalan-amalan ibadah (ubudiyah) dalam Islam memiliki dimensi multiorientasi. Jika umat Islam hanya memaknainya sekadar ritual seremonial dan tidak menjadikan umat Islam tersebut menjadi baik, maka ibadahnya berujung sia-sia. Lain halnya dengan umat Islam yang mampu menjadikan ibadahnya sebagai ruang komunikasi dan kontemplasi dirinya dengan Allah SWT secara individual (hablu minallah), dan juga ruang komunikasi antara sesama umat beragama (hablum minannas).

Ada tiga pelajaran yang bisa diambil dari ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Pertama, puasa memiliki subtansi pendidikan. Pendidikan yang dimaksud di sini adalah umat Islam yang melakukan ibadah puasa diharapkan mampu menggali potensi dirinya dalam memaknai hal-hal yang berkaitan dengan pengayaan diri. Dalam melaksanakan ibadah puasa, umat Islam diharapkan mampu berpikir bagaimana menjalani hidup, bagaimana mencari rezeki yang halal dan baik, serta berpikir bagaimana menjadikan diri menjadi lebih baik dalam hal pemikiran dan spiritual serta perilaku. Sehingga setelah melewati bulan ramadhan ini, umat Islam diharapkan mampu menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Kedua, puasa memiliki tujuan dalam mengatur hubungan sosial kemasyarakatan agar menjadi lebih baik. Adanya kontak sosial yang rutin terjadi misalnya ketika shalat tarawih berjemaah. Puasa sangat memiliki peran dalam membina hubungan ini. Selain itu, ketika puasa umat Islam dianjurkan untuk berbuat amal saleh, sehingga banyak dari umat islam berlomba-lomba dalam bersedekah dan sebagainya. Dengan berpuasa, umat Islam diajarkan untuk turut merasakan penderitaan umat manusia yang barangkali tidak makan seharian. hal tersebut hadir sebagai upaya memupuk rasa solidaritas sesama umat beragama.

Ketiga, bagi umat Islam yang memaknai bulan Ramadhan sebagai peleburan dosa-dosa, maka ibadah puasa ialah jalannya. Puasa melatih umat Islam untuk selalu waspada dalam melakukan setiap hal. Ibadah puasa pada hakikatnya adalah ruang di mana umat Islam dapat merenungi secara mendalam tentang arti kehidupan, arti berbagi, dan arti memiliki Tuhan. 

Tulisan ini pernah tayang di buletin Ushuliyyah edisi 28 dalam rubrik Fokus Utama.

Muhammad Irfan Ahmad
Kader HMI Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga dan Mahasiswa Informatika Universitas Amikom Yogyakarta

Related Articles

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Artikel Terbaru